6.05.2008

Mengurangi Angka Kemiskinan dengan CSR

Ke depan peran pemerintah lewat APBN semakin menurun. Sebab kemampuannya pun terbatas. Yang akan membesar adalah peran swasta.

Salah satu poin penting dalam tujuan pembangunan milenium atau Millenium Development Goals(MDGs) yang ditandatangani bangsa-bangsa di dunia adalah pengurangan angka kemiskinan. Targetnya sangat signifikan, yaitu setengah dari jumlah kemiskinan pada saat MDGs ditandatangani pada 2000. Kesepakatan ini berlaku hingga 2015.

Kemiskinan memang menjadi problem serius yang membelit bangsa-bangsa di dunia, termasuk Indonesia. Ketimpangan ekonomi, tingkat pendidikan yang rendah, serta penguasaan aset-aset ekonomi oleh kalangan tertentu, adalah sebagian penyebab kemiskinan.

Pertanyaannya sekarang, apa yang bisa dilakukan perusahaan untuk mengurangi angka kemiskinan itu? Mampukah program tanggung jawab sosial perusahaan atau Corporate Social Responsibility(CSR) menjadi solusi penting dalam upaya mereduksi angka kemiskinan?

Ketua Yayasan Bina Mitra Bakrie, Hisyam Sulaiman, mengatakan, peran korporat sangat penting untuk mereduksi angka kemiskinan di Indonesia. Diantaranya lewat program CSR. Namun program itu harus diarahkan untuk pemberdayaan ekonomi masyarakat dan dilakukan secara berkelanjutan.

Menurutnya, selain korporat, pemerintah juga punya kewajiban untuk mengatasi kemiskinan."Tugas pemerintah adalah mengatasi kemiskinan dengan melakukan tindakan cepat. Sedangkan untuk jangka panjang menjadi tugas perusahaan untuk mengurangi angka itu dengan cara melakukan pemberdayaan," ujar Hisyam kepada Republika.

Pemberdayaan yang perlu dilakukan, lanjutnya, adalah dalam bidang ekonomi masyarakat. Ini bisa dilakukan karena perusahaan memiliki sejumlah keungggulan, seperti kompetensi, manajemen, teknologi, sumber daya manusia, dan finansial.

Jika ingin mengoptimalkan peran perusahaan, menurut Hisyam, maka perlu fokus pada pemberdayaan ekonomi. Bentuk pemberdayaan yang paling nyata dan langsung adalah kemitraan. Misalnya di sektor perkebunan lewat program Inti Plasma, pemberian kesempatan kepada usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) untuk menjadi pemasok atau suplier.


"Kalau program pemberdayaan dilakukan secara sungguh-sungguh, maka akan menimbulkan multiplier effectyang besar. Di Bakrie misalnya, kami punya program Inti Plasma yang untuk setiap proyek bisa merekrut 7.500 kepala keluarga. Jika satu keluarga terdiri dari lima orang, maka ada 37.500 orang yang bisa terentaskan dari kemiskinan," ujarnya menambahkan.

Hisyam yang juga ketua Corporate Forum for Community Development(CFCD) Jakarta ini menegaskan, semua bidang usaha bisa dikembangkan model kemitraan. Yang diperlukan adalah keseriusan perusahaan untuk menjalankan program kemitraan dan pemberdayaan itu.

"Kemitraan ini bisa dilakukan per wilayah. Di Jakarta, CFCD akan menggandeng Pemda DKI. Kemitraan seperti ini penting agar bisa terjadi pembangunan ekonomi lokal," demikian kata Hisyam.

Sangat besar
Direktur Eksekutif Eka Tjipta Foundation, Timotheus Lesmana mengungkapkan, program CSR sangat berpotensi utuk mengurangi angka kemiskinan. Sebab dana CSR dari perusahaan, baik swasta maupun BUMN, sangat besar. Jika dana ini dikelola dengan baik, akan sangat efektif untuk mengatasi kemiskinan di Indonesia.

"Dana CSR yang terkumpul dan dikelola dengan baik akan sangat efektif untuk mengurangi kemiskinan. Bahkan jauh lebih efektif dibandingkan program BLT yang dijalankan pemerintah saat ini," ungkapnya kepada Republika.

Timotheus mengingatkan, mengurangi kemiskinan adalah tugas semua pemangku kepentingan ( stakeholder), yaitu pemerintah termasuk Pemda, perusahaan, masyarakat, akademiisi, dan sebagainya. Program ini akan efektif jika semua pihak duduk bersama tanpa ada kecurigaan.

Yang selama ini terjadi, kurang adanya koordinasi diantara lembaga-lembaga tersebut. Setiap departemen, lanjutnya, punya program pengentasan kemiskinan. Namun tidak ada koordinasi yang jelas. Akibatnya mereka seakan berjalan sendiri-sendiri.

"Kalau ada yang mengordinir, seperti perusahaan holding, maka hasilnya akan lebih efektif. Belum lagi koordinasi dengan pihak swasta. Karena itu kemudian didirikan Konsorsium CSR yang anggotanya semua stakholderyang ada. Di sini kami merumuskan langkah-langkah apa yang akan diambil guna memantapkan program CSR tersebut," paparnya.

Sementara itu, Ketua CFCD Pusat, Thendri Supriatno, mengungkapkan, ke depan peran pemerintah lewat APBN semakin menurun. Sebab kemampuannya pun terbatas. Yang akan membesar adalah peran swasta.

Apalagi dengan adanya UU nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang mewajibkan pelaksanaan CSR, maka gerakan CSR akan makin membesar. Inti dari UU tersebut adalah bagaimana sektor swasta bisa lebih berperan dalam mengatasi berbagai masalah bangsa, termasuk kemiskinan. "Sebab pemerintah akan makin mengecil perannya. Adanya kenaikan harga minyak dunia saja sudah membuat pemerintah dan APBN kelimpungan. Jadi sangat naif jika kita hanya mengharapkan peran pemerintah saja," ujarnya.

Menurut Thendri, untuk mengurangi kemiskinan, yang perlu dilakukan adalah memberdayakan masyarakat. Ini akan lebih efektif dibandingkan hanya memberikan bantuan yang sifatnya sesaat.

Yang dibutuhkan adalah pemberian akses kepada masyarakat tersebut. Ini kurang dilakukan pemerintah. "Pemerintah perlu beri akses kepada masyarakat di bidang ekonomi, sosial, budaya, dan sebagainya. Mereka harus dibantu untuk bisa mencari makan sendiri. Jadi jangan hanya diberi makan. Intinya adalah buatlah programprogram pemberdayaan," ujarnya menjelaskan.

sumber: Republika 05/06/08

1 komentar:

Anonim mengatakan...

tapi bukannya perusahaan itu sifatnya profit oriented?!