5.31.2008

PRIVATISASI BUMN; Sejarah

“……..Saya setuju sepenuhnya bahwa pejabat tinggi dan politisi kita banyak yang kotor dan korup. Walau pun demikian, menjual BUMN kepada investor asing yang telah turut menyuap para pejabat tinggi dan politisi korup itu, bukanlah jalan yang tepat untuk memangkas korupsi.” Revrisond Baswir @ Republika 30 Januari 2002.
Mungkin nama PALYJA (PAM Lyonase Jaya) masih asing di telinga kita. Ya, betul karena memang PALYJA adalah perusahaan asing asal Perancis yang bergerak dalam pengelolaan air minum. UU Sumber Daya Air yang disahkan sekitar September 2003, yang penuh kontroversi telah mencabut salah satu hak dasar masyarakat dalam mendapatkan akses air bersih yang terjangkau. Khususnya masyarakat DKI, apalagi diramalkan air bersih akan menjadi barang langka karena dampak dari global warming, mungkin bisa menyusul harga minyak. Sebuah bisnis yang menggiurkan.Itulah salah satu contoh dampak privatisasi, privatisasi Sumber Daya Air. Bahkan privatisasi telah merambah ke dunia pertanian, sekarang kepemilikan asing atas lahan pertanian dibolehkan sampai 90%. Sungguh kita akan menjadi kuli di negeri sendiri. Apalagi yang akan dikelola, setiap jengkal tanah dan air.
Pemerintah merencanakan target privatisasi 28 perusahaan BUMN tahun 2008. Sementara realisasi privatisasi tahun ini sebanyak 3 perusahaan dari target 14 BUMN. Tidak dapat dimungkiri privatisasi BUMN memberi kontribusi terhadap pertumbuhan kapitalisasi pasar modal Indonesia.
Sampai akhir Oktober 2007, BUMN memberi kontribusi nilai kapitalisasi pasar modal sebesar Rp 634,30 triliun atau sebesar 34 persen. Kontribusi yang cukup signifikan ini hanya diberikan oleh 15 perusahaan BUMN di pasar modal.

Saat ini sekitar 10 persen BUMN telah diprivatisasi dari total 140 perusahaan. Data Kementerian Negara BUMN menunjukkan, nilai aset keseluruhan BUMN tahun 2006 sebesar Rp 1.361,8 triliun, di mana Rp 452,5 triliun merupakan ekuitas, sedangkan Rp 909,3 triliun dari aset BUMN berasal dari utang.
Sebagian besar atau sekitar 90 persen dari total aset BUMN serta 80 persen laba bersihnya berasal dari 22 BUMN yang terbesar.

LATAR BELAKANG Sejak awal para pendiri bangsa telah menyadari bahwa Indonesia sebagai kolektivitas politik tidak memiliki modal yang cukup untuk melaksanakan pembangunan ekonomi, sehingga ditampung dalam pasal 33 UUD 1945, khususnya ayat 2 yang menyatakan "Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara", Secara eksplisit ayat ini menyatakan bahwa Negara akan mengambil peran dalam kegiatan ekonomi.Oleh karena itu selama pasal 33 UUD 1945 masih tercantum dalam konsitusi maka selama itu pula keterlibatan pemerintah (termasuk BUMN) dalam perekonomian Indonesia masih tetap diperlukan. Khusus untuk BUMN pembinaan usaha diarahkan guna mewujudkan visi yang telah dirumuskan. Paling tidak terdapat 3 visi yang saling terkait yakni visi dari founding father yang terdapat dalam UUD, visi dari lembaga/badan pengelola BUMN dan visi masing-masing perusahaan BUMN. Kesemuanya ini harus dapat diterjemahkan dalam ukuran yang jelas untuk dijadikan pedoman dalam pembinaan.


Visi UUD 1945 mengamanatkan bahwa cabang-cabang produksi yang penting dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai negara. Pengelolaannya diarahkan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Menurut Setyanto P. Santosa, BUMN dibagi menjadi 2, berdasarkan sector agarpannya, yaitu
BUMN PSO (Public Service Obligation) yang lebih berorientasi kepada pelayanan public, missal PLN, Bulog, dsb. Dan BUMN non PSO yang lebih berorientasi profit, missal Bank Mandiri, Telkomsel, Sarinah, dsb.
Betul memang, suatu BUMN masuk kedalam kategori PSO, pengelolaannya harus tetap didasarkan pada prinsip prinsip bisnis. Dalam hal ini harus ada perhitungan yang jelas, berapa biaya produksi per unit yang efisien dan berapa banyak porsi biaya yang harus menjadi beban fiskal dan atau subsidi silang. Kriteria manfaat yang diperoleh rakyat harus jelas dan terukur sehingga dapat dihitung pula sumbangannya terhadap kemajuan tingkat kemakmuran sebagaimana diamanatkan oleh founding father republik ini. Selanjutnya, BUMN non PSO harus diarahkan dan dibina menjadi perusahaan komersial murni yang sebagian atau keseluruhan kepemilikan sahamnya oleh negara. Dengan prinsip komersial ini, visi BUMN harus diarahkan menjadi perusahaan yang sustainable dengan kinerja diatas rata-rata industri dan secara bertahap bisa berperan dari national player menjadi global player. Tetapi terjadi pergeseran kategori, contoh kasus adalah PLN, BUMN PSO yang terus merugi ini (walau tetap memberikan bonus untuk para direksi) karena harga jual listrik yang terlampau rendah daripada biaya produksi. Melihat kondisi ini akhirnya timbul keinginan pemerintah untuk meng-go private-kan PLN, dan awal 2008 sudah ada indikasi yaitu untuk PLN Eks Jawa Bali akan diholding dan selanjutnya akan di tawarkan ke pada para investor (asing maupun local).
Itulah contoh kecil dari privatisasi. Untuk menambah wawasan tentang privatisasi, mengenai sejarah, dampak dan alasan serta tujuannya, akan dibahas lebih lanjut dalam tulisan ini.

PRIVATISASI

Sejarah

Privatisasi dalam kenyataannya memang mengalihkan kepemilikan negara (yang diwakili oleh pemerintah) kepada sektor swasta, karena pemerintah telah menyadari bahwa beban dan lingkup tugas pemerintah sudah menjadi lebih besar sehingga akan lebih efektif dan efisien apabila tugas-tugas yang selama ini menjadi tanggung jawab pemerintah (melalui BUMN) dialihkan kepada pihak swasta.

Sejak mulai dikenal pada awal tahun 1960-an, privatisasi terkesan sebagai program yang wajib dilaksanakan oleh pemerintah suatu negara yang hendak menata ulang perekonomiannya. Di daratan Eropa, privatisasi diawali pada tahun 1961 oleh Kanselir Jerman Barat, Konrad Adenaur, pada perusahaan mobil Volkswagen. Melalui penjualan saham Volkswagen kepada publik, pemerintah Jerman Barat berhasil mengumpulkan dana DM 1,2 milyar. Namun demikian, tujuan utama privatisasi saat itu bukanlah untuk meningkatkan penerimaan negara, melainkan untuk pemerataan pemilikan saham kepada masyarakat (publik). Implementasi privatisasi di perusahaan mobil Volkswagen ini telah meningkatkan jumlah pemilik saham dari 500.000 orang menjadi 3 juta orang. Kebijakan pemerintah di bidang privatisasi mulai meningkat kembali sejak keberhasilan pemerintah Inggris melaksanakan privatisasi sektor publik. Di bawah kendali Perdana Menteri Margareth Tatcher, pemerintah Inggris antara lain melakukan privatisasi British Telecom pada tahun 1984. Kebijakan privatisasi juga dilakukan oleh pemerintah Jepang dengan menjual sebagian besar saham NTT (Nippon Telephone & Telegraph) kepada publik. Program privatisasi khususnya sektor telekomunikasi, di beberapa negara berkembang seperti di Amerika Latin dan Asia, sebagian besar mengacu kepada keberhasilan pemerintah Inggris dan Jepang.

4 komentar:

hary mengatakan...

Memang bangsa ini bangsa kuli...dan tiap hari menikmati....

Anonim mengatakan...

Saya lagi nyari2 sejarah privatisasi,,, eh disini ada....
makasih yah ^_^

Anonim mengatakan...

setuju! Privatisasi bukan hal tepat yg dilakukan pemerintah. Seharusnya BUMN dikelola sebaik-baiknya utk kemakmuran rakyat. Dan sumber pendapatan negara harusnya dari BUMN bukan malah menaikkan dan menggalakkan pajak. Kasihan rakyat sudah gaji pas-pasan dipotong pajak lagi.

Anonim mengatakan...

http://markonzo.edu real beauty page ashley furniture [url=http://jguru.com/guru/viewbio.jsp?EID=1536072]ashley furniture[/url], 28638, allegiant air [url=http://jguru.com/guru/viewbio.jsp?EID=1536075]allegiant air[/url], cmrpe, pressure washers [url=http://jguru.com/guru/viewbio.jsp?EID=1536078]pressure washers[/url], kydhes, dishnetwork [url=http://jguru.com/guru/viewbio.jsp?EID=1536080]dishnetwork[/url], apeybl, adt security [url=http://jguru.com/guru/viewbio.jsp?EID=1536076]adt security[/url], ydkklf,