6.27.2007

Hal dari pak "pengayuh sepeda"


Sebut saja Pak Tua, karena secara fisik, rambut beruban, dan tatap mata sayup yang tak lagi setajam semasa muda menunjukkan usia yang sudah lanjut. Tapi kebalikan dengan semangatnya yang "darah mudah" banget. Yupz di masa yang setua itu, Pak Tua masih setia (mengayuh) sepeda tua-nya. Hanya untuk menjual dagangannya di Kota (Jakarta Utara), bayangin jaraknya lebih dari 40 km. Dan itu di"nikmatinya" setiap hari. Bandingkan dengan saya yang naik motor dengan jarak hampir sama. Tapi masih saja ga sabaran (kalau macet;trus ngebut dah), gampang sewot dan mengumpat. Pukul empat pagi, pak tua sudah berangkat dengan sepeda yang selalu setia menemani langkahnya. Dagangannya hanya ampau atau amplop kita sebut (sampai kita kenal istilah salam amplop???).

Kembali ke Pak Tua, sebut saja namanya Engko 'Cek (panggilan abang bagi warga keturunan), karena demikian permintaan beliau, mungkin biar berasa muda (he..he..he..). Sempat saya mengobrol bareng, waktu Engko 'Cek ngopi di warung saya. Obrolan wong cilik yang jauh dari hiruk pikuk negeri ini.

Saya tanya, sambil melihat sekilas sepeda tuanya "Nih, mau kemana cek?". "Ya, biasa mau nganterin dagangan" kata pak tua dengan logat khas tangerang (beeee...). saya nanya lagi "dianterin kemana? pagi-pagi amat" (agak medhok; maklum mmj=mas-mas jawa). "Ke kota", jawabnya enteng sambil mengepulkan asap rokok dengan tenang. Saya diam, heeek, dalam hati saya berkata, "gile". Bayangkan Tangerang-Kota, berapa km jauhnya? Ya hanya dengan se-ontel sepeda tua yang sudah terlihat berkarat sana sini, penuh goresan yang mengisyaratkan, mungkin sudah berdasawarsa sepeda tua itu setia menemani. Di situlah, saya baru menyadari, bahwa bagi beberapa orang, hidup ini terasa nikmat (bukan males y), walau dijalaninya dengan penuh perjuangan. Hal demikian saya dapatkan dari sosok pak tua pengayuh sepeda, yang jam tiga pagi harus sudah bangun, menyiapkan ampol buatannya, dan jam emapt pagi harus sudah berangkat dengan sepeda tua menempuh jarak berpulu-puluh km. Dan bagi pak tua, itu adalah hal yang harus dijalani dengan penuh rasa hikmat dan syukur. Terlihat dari, wajah pak tua, yang tak sedikitpun menunjukkan rasa keluh-kesah, walau amplop buatannya belum tentu laku, ya maklum hand made.

Saya terhenyak, karena saya sendiri yang masih muda, begitu kalah jauh dengan pak tua tadi. Begitu banyak kemudahan yang bisa nikmati sekarang, yang malah membuat saya terlena, tidak bisa melihat kehidupan begitu "indah". Ya saya seperti kebanyakan anak muda negeri ini, yang hanya suka gaya hidup hedonis-konsumtif, minim pemikiran dan gebrakan.

Dan, obrolan pagi itu, saya akhiri dengan anggukan hati penuh terima kasih kepada pak tua, yang telah "menyengat" saya dengan perjalanan hidupnya yang penuh damai-perjuangan. Ya pak tua, semoga kau selalu dalam lindungan Yang Maha Kasih.

Tidak ada komentar: